Pengungsi Internal
Pengungsi internal adalah orang-orang yang terpaksa mengungsi atau meninggalkan rumah terutama karena atau demi menghindari akibat-akibat konflik bersenjata, situasi kekerasan yang meluas, pelanggaran terhadap hak asasi manusia atau bencana alam dan bencana akibat tindakan manusia, serta mereka yang tidak melintas batas-batas negara yang diakui secara internasional.
Solusi Berdaya Tahan bagi Pengungsi yang berlarut-larut di Indonesia Timur, Ambon, Maluku, sejak Januari 2012 Lebih dari sepuluh tahun setelah konflik dengan kekerasan membuat ratusan ribu orang mengungsi di Indonesia, ribuan orang di antara mereka masih belum menemukan kembali tempat berpijak. Tinggal di sebuah gudang tua yang reyot tanpa sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, Pengungsi Internal di Kamp Vitas Barito merindukan rumah. Tim JRS Indonesia memfasilitasi pemilikan tanah bagi beberapa keluarga pengungsi. |
Janji yang Terlupakan, Mantan Pengungsi Masih Berjuang Membangun Hidupnya
Rabu, September 25th, 2013
Papua adalah pulau besar dan luas yang merupakan wilayah Indonesia paling timur. Situasi politik pada tahun 1980-an telah mewarnai kehidupan di pulau ini dengan konflik dan ketegangan. Konflik dan ketegangan antara Tentara Nasional Indonesia dan sekelompok masyarakat yang menamakan diri … Lanjutkan baca
Menjemput Impian di Tanah Harapan
Sabtu, Maret 16th, 2013
“Untuk apa mereka datang setiap hari ke sini?” pikir Usi Kos ketika JRS hadir di Vitas Barito pada hari-hari pertama. “Saya kira mbak Ning dan mas Edi itu guru karena mereka suka mengumpulkan anak-anak,” lanjutnya sambil tertawa. Usi Kos adalah … Lanjutkan baca
Berbagi Dari Kekurangan
Rabu, Agustus 8th, 2012
Saat ini lebih dari 15 juta perempuan hidup dalam pengungsian dan berjuang untuk mempertahankan hidup mereka dan hidup orang-orang yang dicintainya. Beberapa di antara kaum perempuan ini telah mengungsi selama lebih dari satu decade Lanjutkan baca
Pengungsi Timor Timur: Selesai atau Tidak?
Sabtu, Maret 5th, 2011
“Warga lama ada tanah tapi kita warga baru tidak ada tanah. Kita namanya sudah warga baru, warga negara Republik Indonesia, orang Indonesia. Tapi terpaksa kita ambil kesimpulan bahwa kita mau kembali karena keadaan begini. Tanah ini Pemerintah Pusat sudah hibah ke Pemerintah Provinsi, harus kasih ke warga baru eks pengungsi Timor Timur tapi statusnya tidak jelas. Pernah kita ke provinsi tapi dibuang ke sini, dibuang ke sana. Jangan sampai suatu saat nanti kita digusur. Kalau kita digusur nanti kita dikemanakan lagi?”. Lanjutkan baca
Pendidikan perdamaian dan pendidik yang berjiwa damai
Jumat, September 3rd, 2010
Meski selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi konflik horizontal dalam skala yang besar, namun tidak berarti bahwa bangsa Indonesia terbebas dari bom waktu bernama konflik kekerasan. Dalam diskursus membangun perdamaian (peacebuilding), situasi ini disebut tahap laten, di mana potensi konflik masih ada dan bisa meledak kapan saja, tergantung dari ketersediaan faktor pemicunya. Lanjutkan baca
Semangat Damai Perempuan di Wilayah Merah
Selasa, Pebruari 9th, 2010
Kepala Baina dibebankan pada tumpukan dua telapak tangannya. Wajahnya muncul di atas sandaran kursi. Sengaja ia duduk pada kursi yang terbalik posisinya, menghadap ke belakang. Lirih suaranya kala ia bercerita penggalan-penggalan hidupnya pada kurun waktu 2001-2004. Masa-masa kelam saat konflik antara GAM dan TNI pecah di bumi Serambi Mekah. Lanjutkan baca
Biarlah Saya Mati, tapi Anak-anak Tetap Bisa Sekolah
Jumat, Pebruari 5th, 2010
SDN Silolo adalah labuhan pengabdian seorang guru yang sejak tahun 1982 mengaitkan hatinya untuk mengajar anak-anak di desa pinggiran Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan. “Saya dari kecil memang ingin jadi guru, nggak tahu kenapa, mungkin karena suka saja,” terangnya membuka percakapan pagi itu. Sejak diangkat menjadi PNS pada tahun 1982, guru yang terkenal tegas di mata anak-anak didiknya ini tidak pernah meninggalkan SDN Silolo. Sebagian hatinya memang sudah tertambat di desa penghasil padi di Kecamatan Pasie Raja ini. “ Saya sudah dianggap sebagai warga Silolo oleh masyarakat,” tuturnya. “Kalau ada kenduri, saya pasti diundang. Kalau sedang musim durian atau langsat pasti ada saja orangtua murid yang membawakannya buat saya,” tambahnya lagi. Masa pensiun yang tinggal sepuluh tahun lagi ingin ia habiskan di SD yang meninggalkan tapak terdalam dalam sejarah perjalanannya sebagai seorang guru. Baginya Silolo adalah kanvas hidup yang menceritakan semua jejak kehidupannya sebagai guru termasuk ketika konflik masih mencengkeram bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Lanjutkan baca
Mocok
Sabtu, Juni 20th, 2009
Bagi pemukim eks-pengungsi konflik aceh, mocok-mocok menjadi jawaban utama ketika kita menanyakan tentang pekerjaan dan sumber-sumber pendapatan keluarga. Mocok-mocok menjadi salah satu cara untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga, baik kebutuhan primer (pangan, sandang, rumah dan kesehatan) maupun kebutuhan sekunder lainnya. Jenis pekerjaan lainnya, seperti tani dan berdagang hanya menjadi pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan keluarga. Lalu apa sebenarnya arti dan makna yang terkandung dalam kata mocok-mocok ini, sehingga para pemukim sangat biasa dan fasih menggunakan kata ini untuk melukiskan pekerjaan dan sumber pendapatan mereka? Lanjutkan baca